PENDAHULUAN
Latar Belakang
Reformasi merupakan suatu gerakan yang menghendaki adanya
perubahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ke arah yang lebih
baik secara konstitusional. Artinya, adanya perubahan kehidupan dalam bidang
politik, ekonomi, hukum, sosial, dan budaya yang lebih baik, demo-kratis
berdasarkan prinsip kebebasan, persamaan, dan persaudaraan. Gerakan reformasi
lahir sebagai jawaban atas krisis yang melanda berbagai segi kehidupan. Krisis
politik, ekonomi, hukum, dan krisis sosial merupakan faktor-faktor yang
mendorong lahirnya gerakan reformasi. Bahkan, krisis kepercayaan telah menjadi
salah satu indikator yang menentukan. Artinya, reformasi dipandang sebagai
gerakan yang tidak boleh ditawar-tawar lagi dan karena itu, hampir seluruh
rakyat Indonesia mendukung sepenuhnya gerakan tersebut. Dengan semangat
reformasi, rakyat Indonesia menghendaki adanya pergantian kepemimpinan nasional
sebagai langkah awal. Pergantian kepemimpinan nasional diharapkan dapat
memperbaiki kehidupan politik, ekonomi, hukum, sosial, dan budaya. Semua itu merupakan
jalan menuju terwujudnya kehidupan yang aman, tenteram, dan damai. Rakyat tidak
mempermasalahkan siapa yang akan pemimpin nasional, yang penting kehidupan yang
adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan dapat segera terwujud (cukup
pangan, sandang, dan papan). Namun demikian, rakyat Indonesia mengharapkan agar
orang yang terpilih menjadi pemimpin nasional adalah orang yang peduli terhadap
kesulitan masyarakat kecil dan krisis sosial.
Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan saya dalam pembuatan makalah ini,
adalah agar kita dapat mengetahui dan memahami upaya kita untuk membuat
reformasi yang ada untuk memperbaiki nasib bangsa dan mengangkat harkat dan
martabat bangsa.
Ruang Lingkup Masalah
Adapun
ruang lingkup permasalahan yang dibahas pada makalah kali ini adalah sebagai
berikut.
·
Reformasi yang memperbaiki bangsa
·
Upaya memperbaiki
nasib bangsa dan mengangkat harkat dan martabat bangsa
PEMBAHASAN
A.
Reformasi Yang Dapat Memperbaiki Nasib Bangsa dan Mengangkat Harkat
dan Martabat bangsa dari Pandangan Dunia Luar
1
Pengertian Reformasi
Reformasi
merupakan suatu gerakan yang menghendaki adanya perubahan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ke arah yang lebih baik secara
konstitusional. Artinya, adanya perubahan kehidupan dalam bidang politik,
ekonomi, hukum, sosial, dan budaya yang lebih baik, demo-kratis berdasarkan
prinsip kebebasan, persamaan, dan persaudaraan. Gerakan reformasi lahir sebagai
jawaban atas krisis yang melanda berbagai segi kehidupan. Krisis politik,
ekonomi, hukum, dan krisis sosial merupakan faktor-faktor yang mendorong
lahirnya gerakan reformasi. Bahkan, krisis kepercayaan telah menjadi salah satu
indikator yang menentukan. Artinya, reformasi dipandang sebagai gerakan yang tidak
boleh ditawar-tawar lagi dan karena itu, hampir seluruh rakyat Indonesia
mendukung sepenuhnya gerakan tersebut. Dengan semangat reformasi, rakyat
Indonesia menghendaki adanya pergantian kepemimpinan nasional sebagai langkah
awal. Pergantian kepemimpinan nasional diharapkan dapat memperbaiki kehidupan
politik, ekonomi, hukum, sosial, dan budaya. Semua itu merupakan jalan menuju
terwujudnya kehidupan yang aman, tenteram, dan damai. Rakyat tidak
mempermasalahkan siapa yang akan pemimpin nasional, yang penting kehidupan yang
adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan dapat segera terwujud (cukup
pangan, sandang, dan papan). Namun demikian, rakyat Indonesia mengharapkan agar
orang yang terpilih menjadi pemimpin nasional adalah orang yang peduli terhadap
kesulitan masyarakat kecil dan krisis sosial.
Reformasi di bagi dalam 3 bentuk :
1.
Reformasi Prosedural, adalah tuntutan untuk melakukan perubahan pada
tataran normatif atau aturan perundang-undangan dari yang berbentuk otoriter
menuju aturan demokratis. Undang- Undang yang mengatur bidang politik harus
menjamin adanya ruang kebebasan bagi masyarakat untuk melakukan aktifitas
politik. Undang- Undang yang mengatur bidang sosial budaya harus memberikan
kesempatan masyarakat untuk membentuk kelompok sosial sebagai ekspresi kolektif
dari identitas masing- masing. Undang-undang yang mengatur bidang ekonomi harus
melindungi kepentingan masyarakat umum (ekonomi kerakyatan) bukan pengusaha dan
penguasa. Begitulah kira- kira gambaran umum arah reformasi prosedural. Pada
konteks ini, hemat penulis , Indonesia dapat dikatakan telah menjalankan
reformasi prosedural itu. Pasca tahun 1998, peraturan perundang- undangan telah
banyak dirubah bahkan peraturan yang mendasari berdirinya Republik Indonesia
yaitu Undang-Undang Dasar 1945 sudah empat kali dilakukan perubahan
(amandemen).
Undang-Undang No 5 Tahun 1974
tentang pokok-pokok pemerintah daerah yang dinilai sentralistik telah dirubah
menjadi Undang-Undang 22 Tahun 1999 dan dirubah lagi menjadi Undang-undang No
32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah yang menjunjung tinggi asas demokrasi
yaitu dengan adanya desentralisasi kekuasaan dan kewenangan dari pemerintah
pusat ke pemerintah daerah. Pembahasan perubahan kesemua undang-undang tidak
mungkin
Undang-Undang No 5 Tahun 1974
tentang pokok-pokok pemerintah daerah yang dinilai sentralistik telah dirubah
menjadi Undang-Undang 22 Tahun 1999 dan dirubah lagi menjadi Undang-undang No
32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah yang menjunjung tinggi asas demokrasi
yaitu dengan adanya desentralisasi kekuasaan dan kewenangan dari pemerintah
pusat ke pemerintah daerah. Pembahasan perubahan kesemua undang-undang tidak
mungkin dibahas pada tulisan ini. Setidaknya dalam era reformasi ini secara
prosedural terbersit harapan adanya repositioning pola relasi antara
masyarakat dan negara, seperti yang dicatat oleh Lukman Hakim dalam bukunya
yang berjudul Revolusi Sistemik (2003:196) di era reformasi, negara telah
memberi kesempatan seluas mungkin kepada rakyat untuk melakukan usaha-usaha produktif
guna memperkuat posisi tawarnya terhadap negara.Pertanyaannya, rakyat yang mana
yang dapat merasakan reformasi prosedural itu? Rakyat, menurut Gramsci ada tiga
model yakni rakyat kapital, rakyat politik kolektif, dan rakyat proletar. Hemat
penulis, selama ini reformasi prosedural hanya dinikmati oleh rakyat kapital
(konglomerat) dan rakyat politik kolektif (Parpol,LSM). Sedangkan rakyat
proletar (masyarakat tani dan buruh) hanya menjadi penonton, objek politik, dan
bahkan seringkali di eksploitasi oleh politikus, pengusaha, dan penguasa.
2.
Reformasi Struktural, adalah tuntutan perubahan institusional negara
dari birokratik menuju birokrasi. Birokratik adalah lembaga negara yang
hirarkis, sentralistik dan otoriter. Birokrasi adalah lembaga negara yang
responsif, penegak keadilan, transparantif, dan demokratis yang menegakkan
istilah-istilah suport system reformasi yang diuaraikan diawal tulisan
ini. Terbentuknya sejumlah lembaga non struktural (komisi) menandakan Indonesia
telah masuk pada reformasi struktural. Komisi adalah Lembaga ekstra struktural
yang memiliki fungsi pengawasan, mengandung unsur pelaksanaan atau bersentuhan
langsung dengan masyarakat atau pihak selain instansi pemerintah (lapis
primary), biasanya anggota terdiri dari masyarakat atau profesional dan
kedudukan sekretariat tidak menempel dengan instansi pemerintah konvensional.
Pasca gerakan reformasi 1998 hingga saat ini lembaga non struktural berjumlah
12 komisi, yakni: Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Yudisial, Komisi Hukum
Nasional, Komisi Ombudsman, Komisi Nasional HAM, Komisi Kepolisian Negara,
Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Komisi Penyiaran Nasional, Komisi Pemilihan
Umum, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Komisi Penghapusan Kekerasan terhadap
Perempuan, Komisi Kejaksaan. Lembaga non struktural tersebut memiliki
kewenangan, yakni: meminta bantuan, melakukan kerjasama dan atau koordinasi
dengan aparat atau institusi terkait, melakukan pemeriksaan (investigasi),
mengajukan pernyataan pendapat, melakukan penyuluhan, melakukan kerjasama
dengan perseorangan, LSM, Perguruan Tinggi, Instansi Pemerintah, Memonitor dan
mengawasi sesuai dengan bidang tugas, Menyusun dan menyampaikan laporan rutin
dan insidentil, Meningkatkan kemampuan dan keterampilan anggota. Pada umumnya,
komisi-komisi tersebut memiliki kewenangan untuk menegakkan keadilan dan
membantu masyarakat untuk memonitoring, membina, mengawasi, dan menyelidiki
proses kerja lembaga negara, Presiden,MA,MK,DPR,DPD, dan seluruh jajaran
birokrasi dibawahnya agar menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik sehingga
terwujudnya pemerintahan yang bersih dan baik (clean and good governance) yaitu
birokrasi yang sanggup menempatkan dirinya sebagai pelayan masyarakat.
3.
Reformasi Kultural, adalah tuntutan untuk melakukan perubahan pola
pikir, cara pandang, dan budaya seluruh elemen bangsa untuk menerima segala
perubahan menuju bangsa yang lebih baik. Reformasi kultural merupakan kata
kunci untuk mewujudkan agenda reformasi prosedural dan struktural yang dijelaskan
di atas. Tanpa adanya reformasi kultural, reformasi prosedural dan struktural
hanyalah sebuah simbol yang tidak memiliki makna apa-apa. Diandaikan sebuah
komputer, reformasi prosedural dan kultural adalah hardwarenya,
reformasi kultural adalah softwarenya. Hardware tanpa software itu bukan
dikatakan komputer yang baik.
2 Alasan
Terjadinya Reformasi
Kesulitan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok
merupa-kan faktor atau penyebab utama lahirnya gerakan reformasi. Namun,
persoalan itu tidak muncul secara tiba-tiba. Banyak faktor yang
mem-pengaruhinya, terutama ketidakadilan dalam kehidupan politik, ekonomi, dan
hukum. Pemerintahan orde baru yang dipimpin Presiden Suharto selama 32 tahun,
ternyata tidak konsisten dan konsekuen dalam melak-sanakan cita-cita orde baru.
Pada awal kelahirannya tahun 1966, orde baru bertekad untuk menata kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Masih ingatkah kamu akan pengertian orde baru?
Orde
baru adalah tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
berdasarkan pelaksanaan pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Namun
dalam pelaksanaannya, pemerintahan orde baru banyak melakukan penyimpangan
terhadap nilai-nilai Pancasila dan ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam UUD
1945 yang sangat merugikan rakyat kecil. Bahkan, Pancasila dan UUD 1945 hanya
dijadikan legitimasi untuk mempertahankan kekuasaan. Penyimpangan-penyimpangan
itu telah melahirkan krisis multidimensional yang menjadi penyebab umum
lahirnya gerakan reformasi, seperti:
1.
Krisis
politik
Krisis
politik yang terjadi pada tahun 1998 merupakan puncak dari berbagai kebijakan
politik pemerintahan orde baru. Berbagai kebijakan politik yang dikeluarkan
pemerintahan orde baru selalu dengan alasan dalam kerangka pelaksanaan
demokrasi Pancasila. Namun yang sebe-narnya terjadi adalah dalam rangka
mempertahankan kekuasaan Presiden Suharto dan kroni-kroninya. Artinya,
demokrasi yang dilaksa-nakan pemerintahan orde baru bukan demokrasi yang
semestinya, melainkan demokrasi rekayasa. Dengan demikian, yang terjadi bukan
demokrasi yang berarti dari, oleh, dan untuk rakyat, melainkan demokrasi yang
berarti dari, oleh, dan untuk penguasa.
Pemerintahan
orde baru selalu melakukan intervensi terhadap ke-hidupan politik. Misalnya,
ketika Kongres Partai Demokrasi Indonesia (PDI) memilih Megawati Soekarnoputri
sebagai ketua partai, sedangkan pemerintahan Suharto menunjuk Drs. Suryadi
sebagai ketua PDI. Keja-dian itu mengakibatkan keadaan politik dalam negeri
mulai memanas. Namun, pemerintahan orde baru yang didukung Golongan Karya
(Golkar) merasa tidak bersalah. Keadaan itu sengaja direkayasa oleh pemerintah
dalam rangka memenangkan pemilihan umum secara mutlak seperti tahun-tahun
sebelumnya.
Rekayasa-rekayasa
politik terus dibangun oleh pemerintah orde baru sehingga pasal 2 UUD 1945
tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Pasal 2 UUD 1945 berbunyi bahwa:
'Kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat'. Namun dalam kenyataannya, kedaulatan ada di tangan
seke-lompok orang tertentu. Anggota MPR sudah diatur dan direkayasa sehingga
sebagian besar anggota MPR itu diangkat berdasarkan ikatan kekeluargaan (nepotisme).
Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila anggota MPR/DPR terdiri dari para
istri, anak, dan kerabat dekat para pejabat negara.
Keadaan
itu mengakibatkan munculnya rasa tidak percaya masya-rakat terhadap institusi
pemerintah, MPR, dan DPR. Ketidakpercayaan itulah yang menyebabkan lahirnya
gerakan reformasi yang dipelopori para mahasiswa dan didukung oleh para dosen
maupun kaum cendekia-wan. Mereka menuntut agar segera dilakukan pergantian
presiden, reshuffle kabinet, menggelar Sidang Istimewa MPR, dan melaksanakan
pemilihan umum secepatnya. Gerakan reformasi menuntut untuk mela-kukan
reformasi total dalam segala bidang kehidupan, termasuk keang-gotaan MPR dan
DPR yang dipandang sarat KKN.
Di
samping itu, gerakan reformasi juga menuntut agar dilakukan pembaruan terhadap
lima paket undang-undang politik yang dianggap sebagai sumber ketidakadilan.
Keadaan partai-partai politik dan Golkar dianggap tidak mampu menampung dan
memperjuangkan aspirasi masyarakat. Pembangunan nasional selama pemerintahan
orde baru dipandang telah gagal mewujudkan kehidupan masyarakat yang adil dalam
kemakmuran dan makmur dalam keadilan. Bahkan, pembangun-an nasional telah
mengakibatkan terjadinya ketimpangan politik, ekonomi, dan sosial.
Krisis
politik semakin memanas, setelah terjadi peristiwa kelabu pada tanggal 27 Juli
1996. Peristiwa itu sebagai akibat pertikaian internal dalam tubuh PDI.
Kelompok PDI pimpinan Suryadi menyerbu kantor pusat PDI yang masih ditempati oleh
PDI pimpinan Megawati. Peristiwa itu menimbulkan kerusuhan yang membawa korban,
baik kendaraan, rumah, pertokoan, perkantoran, dan korban jiwa. Pada dasarnya,
peristiwa itu merupakan ekses dari kebijakan dan rekayasa politik yang dibangun
pemerintahan orde baru.
Pada masa orde baru, kehidupan
politik sangat represif, yaitu ada-nya tekanan yang kuat dari pemerintah
terhadap pihak oposisi atau orang-orang yang berpikir kritis.
2.
Krisis hukum
Rekayasa-rekayasa
yang dibangun pemerintahan orde baru tidak terbatas pada bidang politik. Dalam
bidang hukum pun, pemerintah melakukan intervensi. Artinya, kekuasaan peradilan
harus dilaksanakan untuk melayani kepentingan para penguasa dan bukan untuk
melayani masyarakat dengan penuh keadilan. Bahkan, hukum sering dijadikan alat
pembenaran para penguasa. Kenyataan itu bertentangan dengan ketentuan pasa 24
UUD 1945 yanf menyatakan bahwa 'kehakiman me-miliki kekuasaan yang merdeka
dan terlepas dari kekuasaan pemerintah (eksekutif)'.
Sejak
munculnya gerakan reformasi yang dimotori para mahasiswa, masalah hukum telah
menjadi salah satu tuntutannya. Masyarakat menghendaki adanya reformasi di
bidang hukum agar setiap persoalan dapat ditempatkan pada posisinya secara
proporsional. Terjadinya ke-tidakadilan dalam kehidupan masyarakat, salah
satunya disebabkan oleh sistem hukum atau peradilan yang tidak berfungsi
sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, para mahasiswa menuntut agar reformasi
di bidang hukum dipercepat pelaksanaannya. Kekuasaan kehakiman yang merdeka merupakan
salah satu pilar terwujudnya kehidupan yang demo-kratis, sekaligus sebagai
wahana untuk mengadili seseorang sesuai dengan kesalahannya.
3. Krisis ekonomi
Krisis
moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara sejak Juli 1996 mempengaruhi
perkembangan perekonomian Indonesia. Ter-nyata, ekonomi Indonesia tidak mampu
menghadapi krisis global yang melanda dunia. Krisis ekonomi Indonesia diawali
dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Pada
tanggal 1 Agus-tus 1997, nilai tukar rupiah turun dari Rp 2,575.oo menjadi Rp
2,603.oo per dollar Amerika Serikat. Pada bulan Desember 1997, nilai tukar
rupiah terhadap dollar Amerika Serikat turun menjadi Rp 5,000.oo per dollar.
Bahkan, pada bulan Maret 1998, nilai tukar rupiah terus melemah dan mencapai
titik terendah, yaitu Rp 16,000.oo per dollar.
Melemahnya
nilai tukar rupaih mengakibatkan pertumbuhan eko-nomi Indonesia menjadi 0% dan
iklim bisnis semakin bertambah lesu. Kondisi moneter Indonesia mengalami
keterpurukan dan beberapa bank harus dilikuidasi pada akhir tahun 1997. Untuk
membantu bank-bank yang bermasalah, pemerintah membentuk Badan Penyehatan
Perbankan Nasional (BPPN) dan mengeluarkan Kredit Likuiditas Bank Indonesia
(KLBI). Ternyata, usaha pemerintah itu tidak dapat mem-berikan hasil karena
pinjaman bank-bank bermasalah justru semakin besar.
Keadaan
di atas mengakibatkan pemerintah harus menanggung beban hutang yang sangat
besar. Di samping itu, kepercayaan dunia internasional terhadap Indonesia
semakin menurun dan gairah investasi pun semakin melemah. Pada tahun 1998,
pemerintah Indonesia mem-buat kebijakan uang ketat dan bunga bank tinggi guna
membangun kepercayaan dunia internasional. Namun, krisis moneter tetap tidak
dapat diatasi.
Banyak
perusahaan yang tidak mampu membayar hutang-hutang luar negerinya, meskipun
telah jatuh tempo. Oleh karena itu, beberapa perusahaan harus mengurangi
kegiatannya dan sebagian lagi harus menghentikan kegiatannya sama sekali.
Akibatnya, pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi di mana-mana. Angka
penganggguran pun terus meningkat dan daya beli masyarakat terus melemah.
Kesenjangan ekonomi yang telah terjadi sebelumnya semakin melebar seiring
dengan terjadinya krisis ekonomi.
Kondisi
perekonomian nasional semakin memburuk pada akhir tahun 1997 sebagai akibat
persediaan sembako semakin menipis dan menghilang dari pasar. Akibatnya,
harga-harga sembako semakin tinggi. Kekurangan makanan dan kelaparan melanda
beberap wilayah Indonesia, seperti di Irian Barat (Papua), Nusa Tenggara Timur,
dan beberapa daerah di pulau Jawa. Untuk mengatasi persoalan itu, peme-rintah
meminta bantuan kepada Dana Moneter Internasional (IMF). Namun, bantuan dana
dari IMF belum dapat direalisasikan. Padahal, pemerintah Indonesia telah
menandatangani 50 butir kesepahaman, Letter of Intent (LoI) pada tanggal
15 Januari 1998.
Krisis ekonomi yang melanda
Indonesia tidak dapat dipisahkan dari berbagai kondisi, seperti:
· Hutang Luar Negeri Indonesia.
· Pelaksanaan Pasal 33 UUD 1945.
· Pemerintahan Sentralistik.
5. Krisis sosial
Krisis
politik, hukum, dan ekonomi merupakan penyebab terjadinya krisis sosial.
Pelaksanaan politik yang represif dan tidak demokratis menyebabkan terjadinya
konflik politik maupun konflik antar etnis dan agama. Semua itu berakhir pada
meletusnya berbagai kerusuhan di beberapa daerah. Pelaksanaan hukum yang
berkeadilan sering menim-bulkan ketidakpuasan yang mengarah pada terjadinya
demonstrasi-demonstrasi maupun kerusuhan. Sementara, ketimpangan perekono-mian
Indonesia memberikan sumbangan terbesar terhadap krisis sosial. Pengangguran,
persediaan sembako yang terbatas, tingginya harga-harga sembako, rendahnya daya
beli masyarakat merupakan faktor-faktor yang rentan terhadap krisis sosial.
Krisis
sosial dapat terjadi di mana-mana tanpa mengenal waktu dan tempat. Tingkat
pendidikan masyarakat yang rendah dapat menjadi faktor penentu karena sebagian
besar warga masyarakat tidak mampu mengendalikan dirinya. Sementara, para
mahasiswa dan para cende-kiawan dengan kemampuannya dapat mengkritisi berbagai
kebijakan pemerintah. Untuk itu, salah satu jalan yang sering ditempuh adalah
melakukan demonstrasi secara besar-besaran. Semangat para maha-siswa telah
mendorong para buruh, petani, nelayan, pedagang kecil untuk melakukan
demonstrasi. Semua itu merupakan sumber krisis sosial.
Demonstrasi-demonstrasi
yang tidak terkendali mengakibatkan kehidupan di perkotaan diliputi kecemasan,
rasa takut, tidak tenteram dan tenang. Situasi yang tidak terkendali telah mendorong
sebagian masyarakat, terutama dari etnis Cina untuk memilih pergi ke luar
negeri dengan alasan keamanan.
6. Krisis kepercayaan
Krisis
multidimensional yang melanda bangsa Indonesia telah mengurangi kepercayaan
masyarakat terhadap kepemimpinan Presiden Suharto. Ketidakmampuan pemerintah
dalam membangun kehidupan politik yang demokratis, menegakkan pelaksanaan hukum
dan sistem peradilan, dan pelaksanaan pembangunan ekonomi yang berpihak kepada
rakyat banyak telah melahirkan krisis kepercayaan. Demonstrasi bertambah gencar
dilaksanakan oleh para mahasiswa, terutama setelah pemerintah mengumumkan
kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan pada tanggal 4 Mei 1998. Puncak aksi
mahasiswa terjadi pada tanggal 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti Jakarta.
Aksi mahasiswa yang berlangsung secara damai telah berubah menjadi aksi
kekerasan, setelah tertembaknya empat orang mahasiswa, yaitu Elang Mulia
Lesmana, Hendriawan Lesmana, Heri Hertanto, dan Hafidhin Royan. Sedangkan
para mahasiswa yang menderita luka ringan dan luka parah pun tidak sedikit
jumlah, setelah bentrok dengan aparat keamanan yang berusaha membubarkan para
demonstran.
3. Upaya Mengangkat Harkat dan Martabat Bangsa
Langkah perubahan menuju perbaikan nasib bangsa ke depan
tidak boleh berhenti pada wacana. Reformasi membuat rakyat semakin cerdas
karena memiliki kebebasan mengekpresikan pikiran dan pendapat tanpa takut
ditekan atau dipenjarakan. Dengan cerdas rakyat ikut memantau realiasi program
dan mencatat semua janji pemimpin. Perubahan harus mencakup berbagai aspek
peningkatan kualitas material, moril, paradigma dan mentalitas bangsa secara
menyeluruh. Itulah tujuan reformasi sesungguhnya. Mewujudkan perubahan radikal,
meningkatkan kesejahteraan moril, material, kesadaran mental dan rasa keadilan
yang tumbuh secara simultan. Terbersit harapan besar untuk mencapai
taraf hidup berkualitas dengan tingkat kesejahteraan yang jauh lebih baik bagi
semua elemen masyarakat dibanding pra reformasi. Berjuang mengisi kemerdekaan
dengan berupaya terus meningkatkan harkat dan martabat bangsa!
Perlu diingat bahwa perubahan radikal tanpa visi dan agenda
jelas nyaris jadi gerakan sia-sia. Seperti ada invisible hand yang
mempengaruhi kekuasaan dengan menyandera dan menghambat laju gerak laku
perubahan radikal tersebut. Tak mampu memutus dan mengikis habis anasir
jahat, tangan tak terlihat yang ego sentris. Tidak jelas lagi peran master
mind, pelaku program utama, transparansi tugas pelaksana dan siapa
pengawas aktif pemberi kontribusi dari komponen masyarakat sebagai pelaku
reformasi. Pasca reformasi, laiknya semua menjadi buram, samar-samar bahkan
gelap, kecuali kebebasan berekspresi yang coba dipersempit, dibungkam dan
dibungkus melalui RUU rahasia Negara. Seolah-olah ada penelikung kemajuan
ataukah penghambat reformasi.
Untuk mencapai tujuan nasional bangsa Indonesia, kita harus
mampu menumbuhkan rasa kebangsaan dan menumbuhkan paham kebangsaan atau
nasionalisme yaitu cita – cita atau pemikiran –pemikiran bangsa dengan
karakteristik yang berbeda dengan bangsa lain (jati diri). Paham kebangsaan
Indonesia ialah Pancasila. Pancasila sebagai pandangan hidup, faslafah hidup
bangsa, kemudian menjadi dasar negara dan sekaligus ideologi negara. Rasa
kebangsaan dan paham kebangsaan melahirkan semangat kebangsaan yaitu semangat
untuk mempertahankan eksistensi bangsa dan semangat untuk menjungjung tinggi
martabat bangsa.
Bangsa Indonesia sekarang ini sebagian besar terdiri dari generasi muda yang tidak mengalami masa ”perang kemerdekaan”.
Bangsa Indonesia sekarang ini sebagian besar terdiri dari generasi muda yang tidak mengalami masa ”perang kemerdekaan”.
Rasa kebangsaan generasi muda bisa berbeda disebabkan mereka
tidak mengalami kekejaman masa kolonialisme masa lalu. Rasa kebangsaan mereka
tumbuh dari faktor pendukung lainnya yang dialami secara langsung dalamberbagai
bidang kehidupan.
Tantangan yang kita hadapi dewasa ini adalah mensejajarkan diri dengan bangsa – bangsa yang telah maju. Namun paham kebangsaan Indonesia sebagai jati diri bangsa harus dibela secara gigih, dipertahankan, diperjuangkan dan direalisasikan secara murni dan konsekuen oleh setiap generasi bangsa.
Tantangan yang kita hadapi dewasa ini adalah mensejajarkan diri dengan bangsa – bangsa yang telah maju. Namun paham kebangsaan Indonesia sebagai jati diri bangsa harus dibela secara gigih, dipertahankan, diperjuangkan dan direalisasikan secara murni dan konsekuen oleh setiap generasi bangsa.
PENUTUP
Kesimpulan
Reformasi
merupakan suatu gerakan yang menghendaki adanya perubahan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ke arah yang lebih baik secara
konstitusional. Artinya, adanya perubahan kehidupan dalam bidang politik, ekonomi,
hukum, sosial, dan budaya yang lebih baik, demo-kratis berdasarkan prinsip
kebebasan, persamaan, dan persaudaraan. Gerakan reformasi lahir sebagai jawaban
atas krisis yang melanda berbagai segi kehidupan. Krisis politik, ekonomi,
hukum, dan krisis sosial merupakan faktor-faktor yang mendorong lahirnya
gerakan reformasi. Bahkan, krisis kepercayaan telah menjadi salah satu
indikator yang menentukan..
Saran
Langkah perubahan menuju perbaikan nasib bangsa ke depan
tidak boleh berhenti pada wacana. Reformasi membuat rakyat semakin cerdas
karena memiliki kebebasan mengekpresikan pikiran dan pendapat tanpa takut
ditekan atau dipenjarakan. Dengan cerdas rakyat ikut memantau realiasi program
dan mencatat semua janji pemimpin. Perubahan harus mencakup berbagai aspek
peningkatan kualitas material, moril, paradigma dan mentalitas bangsa secara
menyeluruh. Itulah tujuan reformasi sesungguhnya. Mewujudkan perubahan radikal,
meningkatkan kesejahteraan moril, material, kesadaran mental dan rasa keadilan
yang tumbuh secara simultan. Terbersit harapan besar untuk mencapai
taraf hidup berkualitas dengan tingkat kesejahteraan yang jauh lebih baik bagi
semua elemen masyarakat dibanding pra reformasi. Berjuang mengisi kemerdekaan
dengan berupaya terus meningkatkan harkat dan martabat bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
· http://ariacahyadiawih.blogspot.com/2011/04/reformasi-indonesia.html
· http://juniarto21.blogspot.com/2011/04/reformasi-dapat-memperbaiki-nasib.html
· http://raiaramanda.blogspot.com/2013/05/reformasi-yang-dapat-memperbaiki-nasib.html
PERTANYAAN
BEBAS
1. REFORMASI adalah perubahan Sejak
dikumandangkan bulan Mei 1998, reformasi di segala bidang tengah digalakkan
oleh Bangsa kita dengan semangat untuk menegakkan demokrasi. Tapi apa yang bisa
kita rasakan dan kita lihat dari hasil reformasi ini? Reformasi yang telah
berjalan dua belas tahun ini semula bertujuan menegakkan demokrasi dan HAM,
kini kita lihat hasilnya.
REFORMASI YANG DAPAT
MEMPERBAIKI NASIB BANGSA DAN MENGANGKAT HARKAT MARTABAT BANGSA Reformasi
merupakan suatu gerakan yang menghendaki adanya perubahan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ke arah yang lebih baik secara
konstitusional. Artinya, adanya perubahan kehidupan dalam bidang politik,
ekonomi, hukum, sosial, dan budaya yang lebih baik, demo-kratis berdasarkan
prinsip kebebasan, persamaan, dan persaudaraan. Gerakan reformasi lahir sebagai
jawaban atas krisis yang melanda berbagai segi kehidupan. Krisis politik,
ekonomi, hukum, dan krisis sosial merupakan faktor-faktor yang mendorong
lahirnya gerakan reformasi. Bahkan, krisis kepercayaan telah menjadi salah satu
indikator yang menentukan. Artinya, reformasi dipandang sebagai gerakan yang
tidak boleh ditawar-tawar lagi dan karena itu, hampir seluruh rakyat Indonesia
mendukung sepenuhnya gerakan tersebut. Dengan semangat reformasi, rakyat
Indonesia menghendaki adanya pergantian kepemimpinan nasional sebagai langkah
awal. Pergantian kepemimpinan nasional diharapkan dapat memperbaiki kehidupan
politik, ekonomi, hukum, sosial, dan budaya. Semua itu merupakan jalan menuju
terwujudnya kehidupan yang aman, tenteram, dan damai. Rakyat tidak
mempermasalahkan siapa yang akan pemimpin nasional, yang penting kehidupan yang
adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan dapat segera terwujud (cukup
pangan, sandang, dan papan). Namun demikian, rakyat Indonesia mengharapkan agar
orang yang terpilih menjadi pemimpin nasional adalah orang yang peduli terhadap
kesulitan masyarakat kecil dan krisis sosial.
Reformasi di bagi dalam
3 bentuk :
Reformasi Prosedural,
adalah tuntutan untuk melakukan perubahan pada tataran normatif atau aturan
perundang-undangan dari yang berbentuk otoriter menuju aturan demokratis.
Undang- Undang yang mengatur bidang politik harus menjamin adanya ruang
kebebasan bagi masyarakat untuk melakukan aktifitas politik. Undang- Undang
yang mengatur bidang sosial budaya harus memberikan kesempatan masyarakat untuk
membentuk kelompok sosial sebagai ekspresi kolektif dari identitas masing-
masing. Undang-undang yang mengatur bidang ekonomi harus melindungi kepentingan
masyarakat umum (ekonomi kerakyatan) bukan pengusaha dan penguasa. Begitulah
kira- kira gambaran umum arah reformasi prosedural. Pada konteks ini, hemat
penulis , Indonesia dapat dikatakan telah menjalankan reformasi prosedural itu.
Pasca tahun 1998, peraturan perundang- undangan telah banyak dirubah bahkan
peraturan yang mendasari berdirinya Republik Indonesia yaitu Undang-Undang
Dasar 1945 sudah empat kali dilakukan perubahan (amandemen). Undang-Undang No 5
Tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintah daerah yang dinilai sentralistik
telah dirubah menjadi Undang-Undang 22 Tahun 1999 dan dirubah lagi menjadi
Undang-undang No 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah yang menjunjung tinggi
asas demokrasi yaitu dengan adanya desentralisasi kekuasaan dan kewenangan dari
pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Pembahasan perubahan kesemua
undang-undang tidak mungkin dibahas pada tulisan ini. Setidaknya dalam era
reformasi ini secara prosedural terbersit harapan adanya repositioning pola
relasi antara masyarakat dan negara, seperti yang dicatat oleh Lukman Hakim
dalam bukunya yang berjudul Revolusi Sistemik (2003:196) di era reformasi,
negara telah memberi kesempatan seluas mungkin kepada rakyat untuk melakukan
usaha-usaha produktif guna memperkuat posisi tawarnya terhadap
negara.Pertanyaannya, rakyat yang mana yang dapat merasakan reformasi
prosedural itu? Rakyat, menurut Gramsci ada tiga model yakni rakyat kapital,
rakyat politik kolektif, dan rakyat proletar. Hemat penulis, selama ini
reformasi prosedural hanya dinikmati oleh rakyat kapital (konglomerat) dan
rakyat politik kolektif (Parpol,LSM). Sedangkan rakyat proletar (masyarakat
tani dan buruh) hanya menjadi penonton, objek politik, dan bahkan seringkali di
eksploitasi oleh politikus, pengusaha, dan penguasa.
Reformasi Struktural,
adalah tuntutan perubahan institusional negara dari birokratik menuju
birokrasi. Birokratik adalah lembaga negara yang hirarkis, sentralistik dan
otoriter. Birokrasi adalah lembaga negara yang responsif, penegak keadilan,
transparantif, dan demokratis yang menegakkan istilah-istilah suport system
reformasi yang diuaraikan diawal tulisan ini. Terbentuknya sejumlah lembaga non
struktural (komisi) menandakan Indonesia telah masuk pada reformasi struktural.
Komisi adalah Lembaga ekstra struktural yang memiliki fungsi pengawasan,
mengandung unsur pelaksanaan atau bersentuhan langsung dengan masyarakat atau
pihak selain instansi pemerintah (lapis primary), biasanya anggota terdiri dari
masyarakat atau profesional dan kedudukan sekretariat tidak menempel dengan
instansi pemerintah konvensional. Pasca gerakan reformasi 1998 hingga saat ini
lembaga non struktural berjumlah 12 komisi, yakni: Komisi Pemberantasan
Korupsi, Komisi Yudisial, Komisi Hukum Nasional, Komisi Ombudsman, Komisi Nasional
HAM, Komisi Kepolisian Negara, Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Komisi
Penyiaran Nasional, Komisi Pemilihan Umum, Komisi Perlindungan Anak Indonesia,
Komisi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, Komisi Kejaksaan. Lembaga non
struktural tersebut memiliki kewenangan, yakni: meminta bantuan, melakukan
kerjasama dan atau koordinasi dengan aparat atau institusi terkait, melakukan
pemeriksaan (investigasi), mengajukan pernyataan pendapat, melakukan
penyuluhan, melakukan kerjasama dengan perseorangan, LSM, Perguruan Tinggi,
Instansi Pemerintah, Memonitor dan mengawasi sesuai dengan bidang tugas,
Menyusun dan menyampaikan laporan rutin dan insidentil, Meningkatkan kemampuan
dan keterampilan anggota. Pada umumnya, komisi-komisi tersebut memiliki
kewenangan untuk menegakkan keadilan dan membantu masyarakat untuk
memonitoring, membina, mengawasi, dan menyelidiki proses kerja lembaga negara,
Presiden,MA,MK,DPR,DPD, dan seluruh jajaran birokrasi dibawahnya agar
menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik sehingga terwujudnya pemerintahan
yang bersih dan baik (clean and good governance) yaitu birokrasi yang sanggup
menempatkan dirinya sebagai pelayan masyarakat.
Reformasi Kultural,
adalah tuntutan untuk melakukan perubahan pola pikir, cara pandang, dan budaya
seluruh elemen bangsa untuk menerima segala perubahan menuju bangsa yang lebih
baik. Reformasi kultural merupakan kata kunci untuk mewujudkan agenda reformasi
prosedural dan struktural yang dijelaskan di atas. Tanpa adanya reformasi
kultural, reformasi prosedural dan struktural hanyalah sebuah simbol yang tidak
memiliki makna apa-apa. Diandaikan sebuah komputer, reformasi prosedural dan
kultural adalah hadwernya, reformasi kultural adalah sofwernya. Hadwer tanpa
sofwer itu bukan dikatakan komputer yang baik
2. Apa
yang harus kita perbuat dalam membangun bangsa dan negara menuju tujuan
nasional ?
Kita sebagai warga
negara yang cinta dengan bangsanya harus mempunyai rasa cinta dengan tanah
kelahiran kita, tanah tempat kita mencari nafkah sehari-hari secara turun
temurun.Apakah kita tidak malu dengan perjuangan para pahlawan kita, yang demi
untuk anak cucunya mereka rela mengorbankan nyawanya, demi untuk bangsanya,
mereka rela disiksa, rela melihat orang yang paling dicintai gugur sebagai
pahlawan, Belum lagi pengorbanan rakyat kita yang terkenal dengan peristiwa
" korban 40.000 jiwa di Sulawesi-Selatan" dan tentunya banyak lagi
yang tidak bisa disebut satu persatu.
Sungguh suatu
pengorbanan yang mulia demi karena cinta kepada negara dan bangsa INDONESIA.
Kami rasanya malu kepada para pahlawan yang telah gugur demi kejayaan bangsa.
Apakah kita masih tidak mau memikirkan bangsa ini ? apakah kita masih memilih
untuk memikirkan kepentingan masing-masing atau golongan ?.Saatnya kita harus
merajut dan bersatu untuk bersama-sama memikirkan bangsa ini, minimal kita
memikirkan " apa yang dapat saya lakukan”untuk.bangsaku”.
Kepada member generasi
muda peduli bangsa, mari kobarkan semangat di dada, semangat juang para
pahlawan yang telah gugur mendahului kita dengan meneruskan cita-citanya.
Kepada para cendekiawan, andalah tumpuan
harapan kami untuk memikirkan bangsa ini.
Kepada para pemimpin,
andalah pemegang amanah negeri ini, pemegang amanah para pahlawan yang telah
gugur.Mendahului”kita”.
Kepada para politisi,
andalah pengambil kebijakan dalam kemajuan bangsa ini, penentu masa depan
bangsa, jangan lagi berebut kekuasaan demi kepentingan kelompok atau golongan
masing-masing, tengoklah rakyat kita yang sedang bergelut berjuang sekedar
mempertahankan hidup.
Kepada para penegak
hukum, andalah tempat berlindung para pencari keadilan, pemegang amanah rasa
keadilan, pencipta ketaatan dan kesadaran hukum .
Kepada para petinggi Angkatan Bersenjata,
andalah pengawal bangsa ini dari para penjajah, pengawal bangsa dari gangguan
pergaulan internasional, pengawal lautan yang melimpah ruah, pengawal aset
bangsa.
Kepada para
ulama/rohaniawan, andalah penyejuk dan penerang alam ini, maka sejukkanlah
bangsa ini dari kegarangan, kecongkakan dan ketamakan.
Kepada rakyat tercinta,
kitalah penerus jiwa para pejuang yang telah gugur, berilah balas budi kepada
para pahlawan kita dengan tidak merusak alam ini.
Kepada para jurnalis,
andalah corong pembangunan bangsa, pengawal reformasi, pembawa berita untuk
mencerdaskan bangsa.
Kepada para guru
tercinta, andalah pencetak generasi yang cinta dengan tanah airnya, pencetak
generasi kreatif, perekayasa, pencipta, generasi pembaharu, generasi
holistik,generasiYang bermoral.
Kalaulah semua elemen
bangsa ini menyadari amanah yang diwariskan oleh para pahlawan kita, maka
tentunya kita menuntut ilmu dalam rangka membangun bangsa, bukan dalam rangka
membangun kemapanan dan kesuksesan personal semata. Keahlian, keterampilan,
kemampuan, kecerdasasan yang kita dapatkan sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha
Kuasa akan kita manfaatkan sepenuhnya untuk kemajuan bangsa demi anak cucu kita
di masa depan. Penulis sungguh terharu membaca Motivation Letter yang ditulis
oleh Andrea Hirata dalam proposal risetnya untuk memperoleh beasiswa ke
Sorbonne Prancis dikatakan bahwa : " Akan saya sumbangkan seluruh ilmu dan
pengalaman riset yang saya dapatkan di Sorbonne demi kemajuan nusa dan bangsa,
demi tanah tumpah darah saya! Tak berlebihan saya sampaikan bahwa secara
diam-diam, sebenarnya saya telah lama bercita-cita ingin mencurahkan seluruh
kemampuan yang saya miliki, tak digajipun tak apa-apa, demi mengangkat harkat
dan martabat umat manusia yang masih terbelakang di negeri saya, negeri yang
benar-benar saya cintai dengan sepenuh jiwa….."(Edensor, Buku ke tiga
tetralogi Laskar Pelangi ). Pendidikan yang kita peroleh dengan susah payah,
penuh perjuangan, pengorbanan, tidak akan kita gadaikan dengan perbuatan yang
merusak bangsa ini. Kita tidak akan tega mengotori pembangunan bangsa ini
dengan tindakan korupsi, penyelewengan, penipuan, penyelundupan, menyusahkan
orang lain, dsb. Pendidikan yang kita peroleh akan kita gunakan untuk
melanjutkan cita-cita para pahlawan kita.
3. Dalam
mengeluarkan pendapat apakah batas – batas yang harus dijaga, supaya tidak menggangu
stabilitas nasional ?
Mengatakan hanya
kebenaran yang sesuai dengan fakta Menghindari kata – kata tertentu yang dpat
mengangu ketertiban umum Menghindari kata – kata yang mengajak orang lain untuk
melakukan tindak kriminal Ketiga katagori ini merupakan pegangan dalam
penilaian apakah penyalahgunaan kebebasan pendapat telah di jalankan atau
belum. Mengenai kebenaran bahwa tuduhan merupakan pernyataan yang dapat
mengangu ketertiban karna dapat memberikan kesan lain yang tidak sebenarnya.
4. Faktor
– faktor apakah yang mendorong terjadinya gejolak seperti sekarang ini ?
Krisis Politik
Sebenarnya, sebagian
besar masyarakat Indonesia tidak terlalu peduli terhadap model atau sistem
politik yang dibangun oleh pemerin-tahan orde baru. Masyarakat tidak peduli
terhadap pemerintahan yang demokratis atau otoriter. Yang penting masyarakat
dapat memperoleh kemudahan dalam mendapatkan pekerjaan, meningkatkan
pendapatan, dan memnuhi kebutuhan sehari-hari. Dengan kata lain, sebagian besar
masyarakat hanya mendambakan kehidupan yang tertib, tenang, damai, aman, serta
adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan. Nemun dalam kenyataannya,
dambaan masyarakat itu tidak dapat dipisahkan dari kehidupan politik yang
dibangun pemerintahan Suharto. Bahkan, segala kebijakan pembangunan nasional
bersumber dari kebi-jakan politik pemerintah. Oleh karena itu, ketika harapan
masyarakat tidak dapat terpenuhi, maka muncul tuntutan-tuntutan agar pemerintah
lebih memperhatikan nasib masyarakat kecil. Di sisi lain, kehidupan politik
yang represif telah melahirkan konflik, kerusuhan, dan kekacauan sehingga
masyarakat merasa cemas dan khawatir karena ketenangan, ketenteraman, dan
keamanannya terancam. Bahkan, kerusuhan dan kekacauan itu dapat menghentikan
aktivitas masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan. Keadaan itulah
menyebabkan terjadinya krisis politik. Sementara, pemerintahan orde baru
sendiri tidak mampu meng-atasi krisis politik yang diciptakannya. Oleh karena
itu, satu-satunya jawaban yang dipandang paling realistik adalah menuntut
Presiden Suharto untuk mengundarkan diri dari jabatannya sebagai presiden.
Pemerintahan orde baru dan Presiden Suharto dipandang sudah tidak mampu
menciptakan kondisi kehidupan yang lebih baik sehingga perlu diganti. Dengan
demikian, pemerintahan orde baru telah menggali kuburan untuk dirinya sendiri.
Krisis Sosial
Krisis moneter,
ekonomi, dan politik terus melanda kehidupan bangsa dan negara Indonesia dalam
waktu yang cukup lama. Bahkan, harapan terjadinya perbaikan kehidupan masyarakat
tidak menunjukkan tanda-tanda akan segera datang. Berbagai kesulitan yang
dihadapi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupannya semakin
hari semakin bertambah berat. Demonstrasi-demontrasi yang dipelopori para
mahasiswa telah mendorong terjadinya krisis sosial. Kerusuhan, kekacauan,
pembakaran, dan penjarahan merupakan fenomena yang terus terjadi di beberapa
daerah seperti di Situbondo, Tasikmalaya, Kalimantab Barat, dan Pekalongan. Di
samping itu, banyaknya pengangguran dan pemutusan hubungan kerja (PHK) telah
menambah krisis sosial. Kenyataan itu merupakan bukti ketidakmampuan pemerintah
dalam menciptakan lapangan kerja dan memperbaiki kehidupan masyarakat. Oleh
karena itu, tidak berlebihan apabila masyarakat kemudian menuntut agar Presiden
Suharto mengundurkan diri dari kursi kepresidenan. Dengan demikian, jatuhnya
pemerintahan orde baru sebenarnya karena kemau-an dari para penguasa yang
bersangkutan.
Krisis Hukum
Kekuasaan kehakiman
yang merdeka dari kekuasaan pemerintah belum dapat direalisasikan. Bahkan dalam
praktiknya, kekuasaan keha-kiman harus menjadi pelayan kepentingan para
penguasa dan kroni-kroninya. Oleh karena itu, mengherankan apabila seseorang
yang diang-gap bersalah bebas dari hukuman dan seseorang yang dianggap tidak bersalah
malah harus masuk ke penjara. Tahukah kamu orang-orang telah melakukan korupsi,
tetapi tetap hidup merdeka dan dapat menik-mati hasil korupsinya? Memang harus
diakui bahwa sistem peradilan pada masa orde baru tidak dapat dijadikan
barometer untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi,
kolusi, dan nepotisme (KKN). Oleh karena itu, bersamaan dengan krisi moneter,
ekonomi, dan politik telah terjadi krisis di bidang hukum (peradilan). Keadaan
itulah yang menam-bah ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintahan orde
baru pimpinan Presiden Suharto. Untuk mengatasi krisis multidimensional
tersebut, maka satu-satu jalan adalah melaksanakan reformasi total dalam
berbagai bidang ke-hidupan. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah strategis
agar cita-cita reformasi mampu mencapai tujuan dan sasaran secara tepat
5. Bagaimana pendapat anda kebebasan berbicara
yang terjadi akhir –akhir ini dari sudut pandang etika dan bagaimana semestinya
?
Kebebasan mengeluarkan
pendapat adalah hak setiap warga Negara untuk menyampaikan pikiran dengan
lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Bentuk penyampaian pendapat
di muka umum dapat dilaksanakan dengan unjuk rasa atau demonstrasi, pawai,
rapat umum, atau mimbar bebas. Mengemukakan pendapat bagi setiap warga negara
dapat dilakukan melalui saluran tradisional dan saluran moderen. Perangkat
perundang-undangan dalam mengatur kemerdekaan mengemukakan pendapat pada
dasarnya dimaksudkan agar setiap orang dalam mengemukakan pendapatnya dilakukan
secara bebas dan bertanggung jawab. Yang dimaksudkan dengan setiap orang berhak
atas kebebasan mengeluarkan pendapat dapat berbentuk ungkapan atau pernyataan
dimuka umum atau dalam bentuk tulisan ataupun juga dapat berbentuk sebuah aksi
unjuk rasa atau demonstrasi. Unjuk rasa atau demonstrasi dalam kenyataan
sehari-hari sering menimbulkan permasalahan dalam tingkatan pelaksanaan,
meskipun telah dijamin dalam konstitusi kita namun tata cara dan pelaksanaan
unjuk rasa sering kali melukai spirit demokrasi itu sendiri. Aksi unjuk rasa
seringkali berubah menjadi aksi yang anarkis dan melanggar tertib sosial yang
telah terbangun dalam masyarakat. Tahun 1998 disaat awal mula tumbangnya
Soeharto dimana puluhan ribu mahasiswa berunjuk rasa turun keruas-ruas jalan di
Jakarta merupakan sebuah momen dimana unjuk rasa dapat menjadi aksi anarkis
berupa perampokan, penjarahan dan pembakaran bahkan yang lebih parah aksiunjuk rasa
dapat memakan korban jiwa.Dengan melihat kondisi yang demikian tersebut
Pemerintah pada tahun 1998 mengeluarkan Undang-Undang Nomer 9 tahun 1998
tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum. Meskipun tidak
menyentuh secara detail tata cara dan pelaksanaan dari unjuk rasa itu sendiri
namun Undang-undang ini memberikan sedikit harapan agar dikemudian hari aksi
unjuk rasa tidak selalu diwarnai dengan aksi-aksi anarkis.
No comments:
Post a Comment